UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA DENGAN METODE PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY) PADA SISWA KELAS VI SDN TERATAK LOMBOK TENGAH TAHUN PELAJARAN 2010/2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sistem
pendidikan di Indonesia
ternyata telah mengalami banyak perubahan. Perubahan-perubahan itu terjadi
karena telah dilakukan berbagai usaha pembaharuan dalam pendidikan. Akibat
pengaruh itu pendidikan semakin mengalami kemajuan.
Sejalan
dengan kemajuan tersebut, maka dewasa ini pendidikan di sekolah-sekolah telah
menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Perkemangan itu terjadi karena
terdorong adanya pembaharuan tersebut, sehingga di dalam pengajaranpun guru
selalu ingin menemukan metode dan peralatan baru yang dapat memberikan semangat
belajar bagi murid-murid. Bahkan secara keseluruhan dapat dikatakan bahawa
pembaharuan dalam system pendidikan yang mencakup seluruh komponen yang ada.
Pembangunan di bidang pendidikan barulah ada artinya apabila dalam pendidiakn
dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan bangsa Indonesia
yang sedang membangun.
Pada
hakekatnya kegiatan belajar mengajar adalah suatu proses interaksi atau
hubungan timbal balik antara guru dan siswa dalam satuan pembelajaran. Guru
sebagai salah satu komponen dalam proses belajar menganjar merupakan pemegang
peran yang sangat penting. Guru bukan hanya sekedar penyampai materi saja,
tetapi lebih dari itu guru dapat dikatakan sebagai sentral pembelajaran.
Sebagai pengatur sekaligus pelaku dalam proses
belajar mengajar, gurulah yang mengarahkan bagaimana proses belajar mengajar
itu dilaksanakan. Karena itu guru harus dapat membuat suatu pengajaran menjadi
lebeh efektif juga menarik sehingga bahan pelajaran yang disampaikan akan
membuat siswa merasa senang dan merasa perlu untuk mempelajari bahan pelajaran
tersebut.
Guru
mengemban tugas yang berat untuk tercapainya tujuan pendidikan nasional yaitu
meningkatkan kualitas manusia Indonesia, manusia seutuhnya yang beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian,
berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan
terampil serta sehat jasmani dan rohani, juga harus mampu menumbuhkan dan
memperdalam rasa cinta terhadap tanah air, mempertebal semangat kebangsaan dan
rasa kesetiakawanan sosial. Sejalan dengan itu pendidikan nasional akan mampu
mewujudkan manusia-manusia pembangunan dan membangun dirinya sendiri serta
bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. Depdikbud (1999).
Berhasilnya tujuan pembelajaran ditentukan oleh banyak
faktor diantaranya adalah faktor guru dalam melaksanakan proses belajar
mengajar, karena guru secara langsung dapat mempengaruhi, membina dan
meningkatkan kecerdasan serta keterampilan siswa. Untuk mengatasi permasalahan
di atas dan guna mencapai tujuan pendidikan secara maksimal, peran guru sangat
penting dan diharapkan guru memiliki cara/model mengajar yang baik dan mampu
memilih model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan konsep-konsep mata
pelajaran yang akan disampaikan.
Untuk itu diperlukan suatu upaya dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran salah satunya adalah dengan memilih
strategi atau cara dalam menyampaikan materi pelajaran agar diperoleh
peningkatan prestasi belajar siswa khususnya pelajaran IPA. Misalnya dengan
membimbing siswa untuk bersama-sama terlibat aktif dalam proses pembelajaran
dan mampu membantu siswa berkembang sesuai dengan taraf intelektualnya akan
lebih menguatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang diajarkan.
Pemahaman ini memerlukan minat dan motivasi. Tanpa adanya minat menandakan
bahwa siswa tidak mempunyai motivasi untuk belajar. Untuk itu, guru harus
memberikan suntikan dalam bentuk motivasi sehingga dengan bantuan itu anak
didik dapat keluar dari kesulitan belajar.
Berdasarkan pengalaman penulis di lapangan, kegagalan
dalam belajar rata-rata dihadapi oleh sejumlah siswa yang tidak memiliki
dorongan belajar. Untuk itu dibutuhkan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru
dengan upaya membangkitkan motivasi belajar siswa, misalnya dengan membimbing
siswa untuk terlibat langsung dalam kegiatan yang melibatkan siswa serta guru
yang berperan sebagai pembimbing untuk menemukan konsep IPA.
Motivasi tidak hanya menjadikan siswa terlibat dalam
kegiatan akademik, motivasi juga penting dalam menentukan seberapa jauh siswa
akan belajar dari suatu kegiatan pembelajaran atau seberapa jauh menyerap
informasi yang disajikan kepada mereka. Siswa yang termotivasi untuk belajar
sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari
materi itu, sehingga siswa itu akan meyerap dan mengendapan materi itu dengan
lebih baik. Tugas penting guru adalah merencanakan bagaimana guru mendukung
motivasi siswa (Nur, 2001: 3). Untuk itu sebagai seorang guru disamping
menguasai materi, juga diharapkan dapat menetapkan dan melaksanakan penyajian
materi yang sesuai kemampuan dan kesiapan anak, sehingga menghasilkan
penguasaan materi yang optimal bagi siswa.
Berdasarkan uraian tersebut di atas penulis mencoba
menerapkan salah satu metode pembelajaran, yaitu metode pembelajaran penemuan (discovery) untuk mengungkapkan apakah
dengan model penemuan (discovery)
dapat meningkatkan motivasi belajar dan prestasi belajar IPA. Penulis memilih
metode pembelajaran ini mengkondisikan siswa untuk terbiasa menemukan, mencari,
mendikusikan sesuatu yang berkaitan dengan pengajaran. (Siadari, 2001: 4).
Dalam metode pembelajaran penemuan (discovery)
siswa lebih aktif dalam memecahkan untuk menemukan sedang guru berperan sebagai
pembimbing atau memberikan petunjuk cara memecahkan masalah itu.
Dari latar belakang di atas maka penulis dalam
penelitian ini mengambil judul “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar IPA dengan
Metode Pembelajaran Penemuan (Discovery)
Pada Siswa Kelas VI SDN Teratak Lombok Tengah Tahun Pelajaran 2010/2011”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat
dirumuskan suatu masalah sebagai berikut:
- Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar siwa dengan diterapkannya pembelajaran penemuan (discovery)?
- Bagaimanakah pengaruh metode pembelajaran penemuan (discovery) terhadap motivasi belajar siswa?
C. Batasan Masalah
Untuk memudahkan dalam pembahasan dalam penelitian ini,
maka diperlukan pembatasan masalah meliputi:
- Penelitian inihanya dikenakan pada siswa kelas VI SDN Teratak Lombok Tengah Tahun Pelajaran 2010/2011.
- Penelitian ini dilakukan pada bulan September semester ganjil Tahun Pelajaran 2010/2011.
- Materi yang disampaikan adalah pokok bahasan faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan ekosistem.
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
- Ingin mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkannya pembelajaran penemuan (discovery).
- Ingin mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran penemuan (discovery).
E. Manfaat Penelitian
Penulis mengharapkan dengan hasil penelitian ini dapat:
- Memberikan informasi tentang metode pembelajaran yang sesuai dengan materi IPA.
- Meningkatkan motivasi pada pelajaran IPA
- Mengembangkan metode pembelajaran yang sesuai dengan bidang studi IPA.
F. Definisi Iperasional Variabel
Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul
penelitian ini, maka perlu didefinisikan hal-hal sebagai berikut:
- Metode pembelajaran penemuan (discovery) adalah:
Suatu
cara mengajar yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar
pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri. Agar
anak dapat belajar sendiri
- Motivasi belajar adalah:
Suatu
proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk
memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri
individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai
tujuan tertentu.
- Prestasi belajar adalah:
Hasil
belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor, setelah
siswa mengikuti pelajaran.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Hakikat IPA
IPA didefiniksan sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang
tersusun secara alam. Perkembangan IPA tidak hanya ditandai dengan adanya
fakta, tetapi juga oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Metode ilmiah
dan pengamatan ilmiah menekankan pada hakikat IPA.
Secara rinci hakikat IPA menurut Bridgman (dalam
Lestari, 2002: 7) adalah sebagai berikut:
- Kualitas; pada dasarnya konsep-konsep IPA selalu dapat dinyatakan dalam bentuk angka-angka.
- Observasi dan Eksperimen; merupakan salah satu cara untuk dapat memahami konsep-konsep IPA secara tepat dan dapat diuji kebenarannya.
- Ramalan (prediksi); merupakan salah satu asumsi penting dalam IPA bahwa misteri alam raya ini dapat dipahami dan memiliki keteraturan. Dengan asumsi tersebut lewat pengukuran yang teliti maka berbagai peristiwa alam yang akan terjadi dapat diprediksikan secara tepat.
- Progresif dan komunikatif; artinya IPA itu selalu berkembang ke arah yang lebih sempurna dan penemuan-penemuan yang ada merupakan kelanjutan dari penemuan sebelumnya.
Proses;
tahapan-tahapan yang dilalui dan itu dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah
dalam rangkan menemukan suatu kebernaran.
- Universalitas; kebenaran yang ditemukan senantiasa berlaku secara umum.
Dari
penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA merupakan
bagian
dari IPA, dimana konsep-konsepnya diperoleh melalui suatu proses dengan
menggunakan metode ilmiah dan diawali
dengan sikap ilmiah kemudian diperoleh hasil (produk).
B. Proses Belajar Mengajar IPA
Proses dalam pengertian disini merupakan interaksi semua
komponen atau unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama lainnya
saling berhubungan (inter independent)
dalam ikatan untuk mencapai tujuan (Usman, 2000: 5).
Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingka laku
pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Hal ini sesuai dengan yang diutarakan Burton bahwa seseorang setelah mengalami
proses belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek
pengetahuannya, keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari tidak
bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti. (dalam Usman, 2000:
5).
Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan
tanggungjawab moral yang cukup berat. Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa
dalam kegiatan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan
anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar.
Proses belajar mengajar merupakan suatu inti dari proses
pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegangn peran utama. Proses
belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan
guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi
edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik
antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses
belajar mengajar (Usman, 2000: 4).
Sedangkan menurut buku Pedoman Guru Pendidikan Agama
Islam, proses belajar mengajar dapat mengandung dua pengertian, yaitu rentetan
kegiatan perencanaan oleh guru, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi program
tindak lanjut (dalam Suryabrata, 1997: 18).
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
proses belajar mengajar IPA meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari
perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut
yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu
pengajaran IPA.
C. Metode pembelajaran Penemuan (Discovery)
Teknik penemuan adalah terjemahan dari discovery. Menurut Sund discovery adalah
proses mental dimana siswa memampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau
prinsip. Yang dimaksudkan dengan proses mental tersebut antara lain ialah:
mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan,
menjelaskan, mengukur membuat kesimpulan dan sebainya. Suaut konsep misalnya:
segi tiga, pans, demokrasi dan sebagainya, sedang yang dimaksud dengan prisnsip
antara lain ialah: logam apabila dipanaskan akan mengemabang. Dalam teknik ini
siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri,
guru hanya membimbing dan memberikan instruksi.
Dr. J. Richard dan asistennya mencoba self-learning siswa (belajar sndiri)
itu, sehingga situasi belajar mengajar berpindah dari situsi teacher learning menjadi situasi student dominated learning. Dengan
menggunakan discovery learning, ialah
suatu cara mengajar yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui
tukar pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri.
Agar anak dapat belajar sendiri.
Penggunaan teknik discovery ini guru berusaha
meningkatkan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar.
Maka teknik ini memiliki keuntungan sebagai berikut:
- Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif/pengenalan siswa.
- Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi individual sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut.
- Dapat membangkitkan kegairahan belajar mengajar para siswa.
- Teknik ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengankemampuannya masing-masing.
- Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat.
- Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri.
Strategi itu berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru
hanya sebagai teman belajar saja, membantu bila diperlukan.
Walalupun demikian baiknya teknik ini toh masih ada pula
kelemahan yang perlu diperhatikan ialah:
- Pada siswa harus ada kesiapan dan kematangan mental untuk cara belajar ini. Siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik.
- Bila kelas terlalu besar penggunaan teknikini akan kurang berhasil.
- Bagi guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencaan dan pengajaran tradisional mungkin akan sangat kecewa bila diganti dengan teknik penemuan.
- Dengan teknik ini ada yang berpendapat bahwa proses mental ini ada yang berpendapat bahwa proses mental ini terlalu mementingkan proses pengertiansaja, kurang memperhatikan perkembangan/pembentukan sikap dan keterampilan bagi siswa.
- Teknik ini mungkin tidak memberikan kesempatan untuk berpikir secara kreatif.
D. Motivasi Belajar
1. Pengertian Motivasi
1. Pengertian Motivasi
Motif adalah daya dalam diri seseorang yang mendorongnya
untuk melakukan sesuatu, atau keadaan seserang atau organisme yang menyebabkan
kesiapan kesiapannya untuk memulai serangkaian tingkah laku atau perbuatan.
Sedangkan motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi
perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau
keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk
berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu (Usman, 2000: 28).
Sedangkan menurut Djamarah (2002: 114) motivasi adalah suatu
pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang kedalam bentuk aktivitas
nyata untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam proses belajar, motivasi sangat
diperlukan sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar tidak
akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Nur (2001: 3) bahwa siswa yang termotivasi dalam belajar
sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari
materi itu, sehingga siswa itu akan meyerap dan mengendapkan mateti itu dengan
lebih baik.
Jadi motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong seseorang
untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.
2. Macam-macam
Motivasi
Menurut
jenisnya motivasi dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Motivasi
Intrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat dari dalam
individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain
sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau
belajar (Usman, 2000: 29).
Sedangkan menurut
Djamarah (2002: 115), motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif
atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri
individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
Menurut Winata (dalam Erriniati, 1994: 105) ada beberapa
strategi dalam mengajar untuk membangun motivasi intrinsik. Strategi tersebut
adalah sebagai berikut:
1)
Mengaitkan tujuan belajar dengan tujuan siswa.
2)
Memberikan kebebasan dalam memperluas materi pelajaran
sebatas yang pokok.
3)
Memberikan banyak waktu ekstra bagi siswa untuk
mengerjakan tugas dan memanfaatkan sumber belajar di sekolah.
4)
Sesekali memberikan penghargaan pada siswa atas
pekerjaannya.
5)
Meminta siswa untuk menjelaskan hasil pekerjaannya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi
instrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam individu yang berfungsinya
tidak perlu dirangsang dari luar. Seseorang yang memiliki motivasi intrinsik
dalam dirinya maka secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang tidak
memerlukan motivasi dari luar dirinya.
b. Motivasi
Ekstrinsik
Jenis motivasi ini timbul
sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan,
suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian
akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau belajar. Misalnya seseorang mau belajar
karena ia disuruh oleh orang tuanya agar mendapat peringkat pertama dikelasnya
(Usman, 2000: 29).
Sedangkan menurut Djamarah
(2002: 117), motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik.
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya
perangsang dari luar.
Beberapa cara membangkitkan
motivasi ekstrinsik dalam menumbuhkan motivasi instrinsik antata lain:
1)
Kompetisi (persaingan): guru berusaha menciptakan
persaingan diantara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki
hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya dan mengatasi prestasi orang lain.
2)
Pace Making
(membuat tujuan sementara atu dekat): Pada awal kegiatan belajar mengajar guru,
hendaknya terlebih dahulu menyampaikan kepada siswa TIK yang akan dicapai
sehingga dengan demikian siswa berusaha untuk mencapai TIK tersebut.
3)
Tujaun yang jelas: Motif mendorong individu untuk
mencapai tujuan. Makin jelas tujuan, makin besar nilai tujuan bagi individu
yang bersangkutan dan makin besar pula motivasi dalam melakuakan sesuatu
perbuatan.
4)
Kesempurnaan untuk sukses: Kesuksesan dapat menimbulkan
rasa puas, kesenangan dan kepercayaan terhadap diri sendiri, sedangkan
kegagalan akan membawa efek yang sebaliknya. Dengan demikian, guru hendaknya
banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk meraih sukses dengan usaha
mandiri, tentu saja dengan bimbingan guru.
5)
Minat yang besar: Motif akan timbul jika individu
memiliki minat yang besar.
6)
Mengadakan penilaian atau tes. Pada umumnya semua siswa
mau belajar dengan tujuan memperoleh nilai yang baik. Hal ini terbukti dalam
kenyataan bahwa banyak siswa yang tidak belajar bila tidak ada ulangan. Akan
tetapi, bila guru mengatakan bahwa lusa akan diadakan ulangan lisan, barulah
siswa giat belajar dengan menghafal agar ia mendapat nilai yang baik. Jadi,
angka atau nilai itu merupakan motivasi yang kuat bagi siswa.
Dari uraian di atas diketahui bahwa motivsi ekstrinsik
adalah motivasi yang timbul dari luar individu yang berfungsinya karena adanya
perangsang dari laur, misalnya adanya persaingan, untuk mencapai nilai yang
tinggi, dan lain sebagainya.
E. Prestasi Belajar IPA
Belajar dapat membawa suatu perubahan pada individu yang
belajar. Perubahan ini merupakan pengalaman tingkah laku dari yang kurang baik
menjadi lebih baik. Pengalaman dalam belajar merupakan pengalaman yang dituju
pada hasil yang akan dicapai siswa dalam proses belajar di sekolah. Menurut
Poerwodarminto (1991: 768), prestasi belajar adalah hasil yang dicapai
(dilakukan, dekerjakan), dalam hal ini prestasi belajar merupakan hasil
pekerjaan, hasil penciptaan oleh seseorang yang diperoleh dengan ketelitian
kerja serta perjuangan yang membutuhkan pikiran.
Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa prestasi
belajar yang dicapai oleh siswa dengan melibatkan seluruh potensi yang
dimilikinya setelah siswa itu melakukan kegiatan belajar. Pencapaian hasil
belajar tersebut dapat diketahui dengan megadakan penilaian tes hasil belajar.
Penilaian diadakan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah berhasil mengikuti
pelajaran yang diberikan oleh guru. Di samping itu guru dapat mengetahui sejauh
mana keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar di sekolah.
Sejalan dengan prestasi belajar, maka dapt diartikan
bahwa prestasi belajar IPA adalah nilai yang dipreoleh siswa setelah melibatkan
secara langsung/aktif seluruh potensi yang dimilikinya baik aspek kognitif
(pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan) dalam proses
belajar mengajar IPA.
F. Hubungan
Motivasi dan Prestasi Belajar Terhadap Metode pembelajaran Penemuan (discovery)
Motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong seseorang
untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertetntu. Siswa yang termotivasi
untuk belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam
mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan menyerap dan mengendapkan
materi itu dengan lebih baik (Nur, 2001:
3). Sedangkan prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa dengan
melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya setelah siswa itu melakukan
kegiatan belajar.
Sedangkan metode pembelajaran penemuan (discovery)
adalah suatu metode pembelajaran yang memberikan kesempatan dan menuntut siswa
terlibat secara aktif di dalam mencapai tujuan pembelajaran dengan memberikan
informasi singkat (Siadari, 2001: 7). Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar
penemuan (discovery) akan bertahan lama, mempunyai efek transfer yang lebih
baik dan meningkatkan siswa dan kemampuan berfikir secara bebas. Secara umum
belajar penemuan (discovery) ini melatih keterampilan kognitif untuk menemukan
dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain. Selain itu, belajar
penemuan membangkitkan keingintahuan siswa, memberi motivasi untuk bekerja
sampai menemukan jawaban (Syafi’udin, 2002: 19).
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
dengan adanya motivasi dalam pembelajaran model penemuan (discovery) tersebut
maka hasil-hasil belajar akan menjadi optimal. Makin tepat motivasi yang
diberikan, akan makin berhasil pula pelajaran itu. Dengan motivasi yang tinggi
maka intensitas usaha belajar siswa akan tingi pula. Jadi motivasi akan
senantiasa menentukan intesitas usaha belajar siswa. Hasil ini akan dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa.
G. Kerangka Berpikir
- Metode pembelajaran penemuan (discovery) adalah:
Suatu
cara mengajar yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar
pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri. Agar
anak dapat belajar sendiri
- Motivasi belajar adalah:
Suatu
proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk
memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri
individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai
tujuan tertentu.
- Prestasi belajar adalah:
Hasil
belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor, setelah
siswa mengikuti pelajaran.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian
ini merupakan penelitian tindakan (action
research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah
pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif,
sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan
bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.
Menurut
Sukidin dkk. (2002:54) ada 4 macam bentuk penelitian tindakan, yaitu: (1)
penelitian tindakan guru sebagai peneliti, (2) penelitian tindakan kolaboratif,
(3) penelitian tindakan simultan terintegratif, dan (4) penelitian tindakan
sosial eksperimental.
Keempat bentuk penelitian tindakan
di atas, ada persamaan dan perbedaannya. Menurut Oja dan Smulyan sebagaimana
dikutip oleh Kasbolah, (dalam Sukidin, dkk. 2002:55), ciri-ciri dari setiap
penelitian tergantung pada: (1) tujuan utamanya atau pada tekanannya, (2)
tingkat kolaborasi antara pelaku peneliti dan peneliti dari luar, (3) proses
yang digunakan dalam melakukan penelitian, dan (4) hubungan antara proyek
dengan sekolah.
Dalam
penelitian ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti, dimana guru sangat
berperan sekali dalam proses penelitian tindakan kelas. Dalam bentuk ini,
tujuan utama penelitian tindakan kelas ialah untuk meningkatkan praktik-praktik
pembelajaran di kelas. Dalam kegiatan ini, guru terlibat langsung secara penuh
dalam proses perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Kehadiran pihak
lain dalam penelitian ini peranannya tidak dominan dan sangat kecil.
Penelitian ini mengacu pada perbaikan pembelajaran yang berkesinambungan.
Kemmis dan Taggart (1988:14) menyatakan bahwa model penelitian tindakan adalah
berbentuk spiral. Tahapan penelitian tindakan pada suatu siklus meliputi
perencanaan atau pelaksanaan observasi dan refleksi. Siklus ini berlanjut dan
akan dihentikan jika sesuai dengan kebutuhan dan dirasa sudah cukup.
A. Rancangan Penelitian
Menurut pengertiannya penelitian tindakan adalah
penelitian tentang hal-hal yang terjadi dimasyarakat atau sekolompok sasaran,
dan hasilnya langsung dapat dikenakan pada masyarakat yang bersangkutan
(Arikunto, 2002:82). Ciri atau karakteristik utama dalam penelitian tindakan
adalah adanya partisipasi dan kolaborasi antara peneliti dengan anggota kelompok
sasaran. Penelitian tidakan adalah satu strategi pemecahan masalah yang
memanfaatkan tindakan nyata dalam bentuk proses pengembangan invovatif yang
dicoba sambil jalan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah. Dalam prosesnya
pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut dapat saling mendukung satu
sama lain.
Sedangkan tujuan penelitian tindakan harus memenuhi
beberapa prinsip sebagai berikut:
- Permasalahan atau topik yang dipilih harus memenuhi kriteria, yaitu benar-benar nyata dan penting, menarik perhatian dan mampu ditangani serta dalam jangkauan kewenangan peneliti untuk melakukan perubahan.
- Kegiatan penelitian, baik intervensi maupun pengamatan yang dilakukan tidak boleh sampai mengganggu atau menghambat kegiatan utama.
- Jenis intervensi yang dicobakan harus efektif dan efisien, artinya terpilih dengan tepat sasaran dan tidak memboroskan waktu, dana dan tenaga.
- Metodologi yang digunakan harus jelas, rinci, dan terbuka, setiap langkah dari tindakan dirumuskan dengan tegas sehingga orang yang berminat terhadap penelitian tersebut dapat mengecek setiap hipotesis dan pembuktiannya.
- Kegiatan penelitian diharapkan dapat merupakan proses kegiatan yang berkelanjutan (on-going), mengingat bahwa pengembangan dan perbaikan terhadap kualitas tindakan memang tidak dapat berhenti tetapi menjadi tantangan sepanjang waktu. (Arinkunto, 2002:82-83).
Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu
penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan
dari Kemmis dan Taggart (1988:14), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu
ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan),
observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada
siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan,
dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang
berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian
tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut:
|
|||||||
|
|||||||
|
|||||||
|
|||||||
|
|||||||
|
|||||||
Gambar 3.1 Alur PTK
Penjelasan alur di atas adalah:
- Rancangan/perencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.
- Pelaksanaan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya metode pembecahan masalah (problem solving).
- Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat.
- Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat membuat rangcangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga
siklus/putaran.Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu putaran 1, 2, dan 3,
dimana masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan
membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir
masing putaran. Dibuat dalam tiga putaran dimaksudkan untuk memperbaiki sistem
pengajaran yang telah dilaksanakan.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Penelitian
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam
melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini
bertempat di SDN Teratak Lombok Tengah Tahun Pelajaran 2010/2011.
2. Waktu
Penelitian
Waktu penelitian adalah waktu
berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian
ini dilaksanakan pada bulan September semester gasal 2010/2011.
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas VI SDN
Teratak Lombok Tengah pada pokok bahasan faktor-faktor yang mempengaruhi
keseimbangan ekosistem.
D. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan melalui 5 tahap, yaitu, (1)
tahap perencanaan, (2) tahap persiapan, dan (3) tahap pelaksanaan, (4) tahap
pengolahan data, dan (5) penyusunan Laporan. Tahap-tahap tersebut dapat dirinci
seperti sebagai berikut.
- Tahap Perencanaan
Pada
tahap perencanaan ini kegiatan yang dilakukan meliputi, (1) observasi di
sekolah dan diskusi dengan mitra guru, (2) penyusunan proposal penelitian.
- Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan ini meliputi, (1) pembuatan RP (rencana
pembelajaran), (2) pembuatan LO (lembar observsi), (3) pembuatan soal tes
formatif, (4) pembuatan rambu-rambu penilaian, (5) uji coba instrumen, dan (6)
seleksi dan revisi instrumen.
- Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan kegiatan yang banyak berhubungan
dengan lapangan dan pengolahan hasil penelitian. Tahap pelaksanaan meliputi,
(1) tahap pengumpulan data dan (2) tahap pengolahan data.
- Tahap Penyelesaian
Pada tahap ini meliputi, (1) penyusunan laporan penelitian
dan (2) penggandaan laporan.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Silabus
Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan
pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar.
2. Rencana
Pelajaran (RP)
Yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai
pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-masing RP
berisi kompetensi dasar, indicator pencapaian hasil belajar, tujuan
pembelajaran khusus, dan kegiatan belajar mengajar.
3. Lembar
Kegiatan Siswa
Lembar kegaian ini yang dipergunakan siswa untuk membantu
proses pengumpulan data hasil eksperimen.
4. Lembar
Observasi Kegiatan Belajar Mengajar
a.
Lembar observasi pengolahan pembelajaran penemuan
(discovery), untuk mengamati kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran.
b.
Lembar observasi aktivitas siswa dan guru, untuk
mengamati aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran.
5. Tes
formatif
Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai. Tes formatif ini diberikan setiap akhir putaran. Bentuk soal yang diberikan
adalah pilihan ganda (objektif).
F. Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan
pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini menggunakan
teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang
bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh
dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk
memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa
selama proses pembelajaran.
Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau persentase
keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan
dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir
putaran.
Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu:
- Untuk menilai ulangan atau tes formatif
Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa,
yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga
diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:
Dengan
: = Nilai rata-rata
Σ X =
Jumlah semua nilai siswa
Σ N =
Jumlah siswa
- Untuk ketuntasan belajar
Ada
dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal.
Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud,
1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 65%
atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat
85% yang telah mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 65%. Untuk
menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:
- Untuk lembar observasi
a.
Lembar observasi pengelolaan metode pemberian balikan.
Untuk menghitung lembar observasi pengelolaan metode pemberian balikan
digunakan rumus sebagai berikut:
Dimana: P1 = pengamat 1
P2 = pengamat 2
b.
Lembar observasi aktivitas guru dan siswa
Untuk menghitung lembar observasi aktivitas guru dan siswa digunakan
rumus sebagai berikut.
dengan
Dimana: % =
Persentase pengamatan
= Rata-rata
= Jumlah rata-rata
P1
= Pengamat 1
P2 = Pengamat 2
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Data
penelitian yang diperoleh berupa data observasi berupa pengamatan pengelolaan
pembelajaran penemuan (discovery) dan
pengamatan aktivitas siswa dan guru pada akhir pembelajaran, dan data tes
formatif siswa pada setiap siklus.
Data lembar observasi diambil dari
dua pengamatan yaitu data pengamatan penglolaan pembelajaran penemuan (discovery) yang digunakan untuk
mengetahui pengaruh penerapan metode pembelajaran penemuan (discovery) dalam meningkatkan prestasi
Data tes formatif untuk mengetahui
peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran penemuan (discovery).
A. Analisis Data Penelitian Persiklus
1. Siklus I
a. Tahap
Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat
pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 1, LKS 1, soal tes formatif 1,
dan alat-alat pengajaran yang mendukung.
b. Tahap
Kegiatan dan Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I
dilaksanakan pada tanggal 4 September 2008 di kelas VI dengan jumlah siswa 37
siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar
mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan
(observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes
formatif I dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam
proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada
siklus I adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Pengelolan
Pembelajaran Pada Siklus I
No
|
Aspek yang diamati
|
Penilaian
|
Rata-rata
|
|
P1
|
P2
|
|||
I
|
Pengamatan
KBM
A. Pendahuluan
|
3
1
|
2
2
|
2,5
1,5
|
B. Kegiatan Inti
|
3
3
3
3
3
|
3
3
3
3
3
|
3
3
3
3
3
|
|
C. Penutup
|
3
3
|
3
3
|
3
3
|
|
II
|
Pengelolaan
Waktu
|
2
|
2
|
2
|
III
|
Antusiasme
Kelas
|
3
3
|
3
3
|
3
3
|
Jumlah
|
31
|
31
|
31
|
Keterangan : Nilai :
Kriteria
1 :
Tidak Baik
2 :
Kurang Baik
3 :
Cukup Baik
4 :
Baik
Berdasarkan tabel di atas aspek-aspek yang mendapatkan
kriteria kurang baik adalah memotivasi siswa, menyampaikan tujuan pembelajaran,
pengelolaan waktu. Ketiga aspek yang mendapat penilaian kurang baik di atas,
merupakan suatu kelemahan yang terjadi pada siklus I. Dan akan dijadikan bahan
kajian untuk refleksi dan revisi yang akan dilakukan pada siklus II.
Hasil observasi berikutnya adalah aktivitas guru dan
siswa seperti pada tabel berikut.
Tabel 4.2. Aktivitas
Guru Dan Siswa Pada Siklus I
No
|
Aktivitas Guru yang diamati
|
Persentase
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
|
Menyampaikan
tujuan
Memotivasi
siswa/merumuskan masalah
Mengkaitkan
dengan pelajaran berikutnya
Menyampaikan
materi/langkah-langkah/strategi
Menjelaskan
materi yang sulit
Membimbing dan mengamati
siswa dalam menemukan konsep
Meminta
siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil kegiatan
Memberikan
umpan balik
Membimbing
siswa merangkum pelajaran
|
6.67
10.00
8.33
5.00
18.33
20.00
10.00
15.00
6.67
|
No
|
Aktivitas Siswa yang diamati
|
Persentase
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
|
Mendengarkan/memperhatikan
penjelasan guru
Membaca
buku siswa
Bekerja
dengan sesama anggota kelompok
Diskusi
antar siswa/antara siswa dengan guru
Menyajikan
hasil pembelajaran
Mengajukan/menanggapi
pertanyaan/ide
Menulis
yang relevan dengan KBM
Merangkum
pembelajaran
Mengerjakan
tes evaluasi
|
20,63
12.29
18.75
14.38
3.96
6.25
8.75
6.88
8.13
|
Berdasarkan tabel di atas tampak bahwa aktivitas guru
yang paling dominan pada siklus I adalah membimbing dan mengamati siswa dalam
menemukan konsep yaitu masing-masing dan menjelaskan materi yang sulit 20,00
dan 18,33%. Aktivitas lain yang persentasenya cukup besar adalah memberi umpan
balik yaitu 15,00%. Sedangkan aktivitas siswa yang paling dominan adalah
mengerjakan/memperhatikan penjelasan guru yaitu 20,63%. Aktivitas lain yang
persentasenya cukup besar adalah bekerja dengan sesama anggota kelompok,
diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru, dan membaca buku yaitu
masing-masing 18,13%, 18,37 dan 1438%.
Pada siklus I, secara garis besar kegiatan belajar
mengajar dengan metode pembelajaran penemuan (discovery) sudah dilaksanakan dengan baik, walaupun peran guru
masih cukup dominan untuk memberikan penjelasan dan arahan karena model
tersebut masih dirasakan baru oleh siswa.
Berikutnya adalah rekapitulasi hasil tes formatif
siswa seperti terlihat pada tabel berikut.
Tabel 4.3. Rekapitulasi Hasil Tes Siklus I
No
|
Uraian
|
Hasil Siklus I
|
1
2
3
|
Nilai
rata-rata tes formatif
Jumlah
siswa yang tuntas belajar
Persentase
ketuntasan belajar
|
70,00
25
67,57
|
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan
menerapkan metode pembelajaran penemuan (discovery)
diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 70,00 dan ketuntasan
belajar mencapai 67,57% atau ada 25 siswa
dari 37 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa
yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 67,57% lebih kecil dari persentase
ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa
masih merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru
dengan menerapkan metode pembelajaran penemuan (discovery).
2. Siklus II
a. Tahap perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat
pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 2, LKS 2, soal tes formatif
II, dan alat-alat pengajaran yang mendukung.
b. Tahap
kegiatan dan pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II
dilaksanakan pada tanggal 12 September 2008
di kelas VI dengan jumlah siswa 37 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak
sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran
dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan
pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi)
dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes
formatif II dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa selama
proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrument yang digunakan adalah
tes formatif II. Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai
berikut.
Tabel 4.4. Pengelolaan
Pembelajaran Pada Siklus II
No
|
Aspek yang diamati
|
Penilaian
|
Rata-rata
|
|
P1
|
P2
|
|||
I
|
Pengamatan
KBM
A. Pendahuluan
|
3
3
|
3
3
|
3
3
|
B. Kegiatan Inti
|
3
4
4
4
3
|
3
4
4
4
3
|
3
4
4
4
3
|
|
C. Penutup
|
3
4
|
4
4
|
3,5
4
|
|
II
|
Pengelolaan
Waktu
|
3
|
3
|
2
|
III
|
Antusiasme
Kelas
|
4
4
|
3
4
|
3,5
4
|
Jumlah
|
42
|
42
|
42
|
Keterangan : Nilai :
Kriteria
1 :
Tidak Baik
2 :
Kurang Baik
3 :
Cukup Baik
4 :
Baik
Dari tabel diatas, tampak aspek-aspek yang diamati
pada kegiatan belajar mengajar (siklus II) yang dilaksanakan oleh guru dengan
menerapkan metode pembelajaran penemuan (discovery)
mendapatkan penilaian yang cukup baik dari pengamat. Maksudnya dari seluruh
penilaian tidak terdapat nilai kurang. Namum demikian penilaian tersebut belum
merupakan hasil yang optimal, untuk itu ada beberapa aspek yang perlu
mendapatkan perhatian untuk penyempurnaan penerapan pembelajaran selanjutnya.
Aspek-aspek tersebut adalah memotivasi siswa, membimbing siswa merumuskan
kesimpulan/menemukan konsep, dan pengelolaan waktu.
Dengan penyempurnaan aspek-aspek di atas dalam
penerapan metode pembelajaran penemuan (discovery)
diharapkan siswa dapat menyimpulkan apa yang telah mereka pelajari dan
mengemukakan pendapatnya sehingga mereka akan lebih memahami tentang apa yang
telah mereka lakukan.
Berikut disajikan hasil observasi
aktivitas guru dan siswa:
Tabel 4.5
Aktivitas Guru Dan Siswa Pada Siklus II
No
|
Aktivitas Guru yang diamati
|
Persentase
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
|
Menyampaikan
tujuan
Memotivasi
siswa/merumuskan masalah
Mengkaitkan
dengan pelajaran berikutnya
Menyampaikan
materi/langkah-langkah/strategi
Menjelaskan
materi yang sulit
Membimbing
dan mengamati siswa dalam menentukan konsep
Meminta
siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil kegiatan
Memberikan
umpan balik
Membimbing
siswa merangkum pelajaran
|
6.67
6.67
6.67
11.67
11.67
25.00
8.33
16.67
6.67
|
No
|
Aktivitas Siswa yang diamati
|
Persentase
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
|
Mendengarkan/memperhatikan
penjelasan guru
Membaca
buku siswa
Bekerja
dengan sesama anggota kelompok
Diskusi
antar siswa/antara siswa dengan guru
Menyajikanhasil
pembelajaran
Mengajukan/menanggapi
pertanyaan/ide
Menulis
yang relevan dengan KBM
Merangkum
pembelajaran
Mengerjakan
tes evaluasi/latihan
|
17.91
14.16
19.79
13.96
5.00
5.63
7.50
6,67
9.38
|
Berdasarkan
tabel di atas tampak bahwa aktivitas guru yang paling dominan pada siklus II
adalah membimbing dan mengamati siswa dalam menentukan konsep yaitu 25.00%, memberikan
umpan balik yaitu 16,67%, kemudian menyampaikan langkah-langkah strategis dan
memberi umpan balik yaitu masing-masing 11,67%. Sedangkan untuk aktivitas siswa
yang paling dominan pada siklus II adalah bekerja dengan sesama anggota
kelompok, mendengarkan penjelasan guru, membaca buku, dan diskusi antar
siswa/antara siswa dengan guru yaitu 19.79%, 17.91%, 14.16% dan 13.96%.
Berikutnya adalah rekapitulasi hasil tes formatif siswa
terlihat pada tabel berikut.
Tabel 4.6. Rekapitulasi Hasil Tes Siklus II
No
|
Uraian
|
Hasil Siklus II
|
1
2
3
|
Nilai
rata-rata tes formatif
Jumlah
siswa yang tuntas belajar
Persentase
ketuntasan belajar
|
77,03
29
78,38
|
Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi
belajar siswa adalah 77,03 dan ketuntasan belajar mencapai 78,38% atau ada 29
siswa dari 37 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada
siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah megalami peningkatan
sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini
karena setelah guru menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu
diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya siswa lebih termotivasi untuk
belajar. Selain itu siswa juga sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan
diinginkan guru dengan menerapkan metode pembelajaran penemuan (discovery).
3. Siklus III
a. Tahap
Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat
pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 3, LKS 3, soal tes formatif 3,
dan alat-alat pengajaran yang mendukung
b. Tahap
kegiatan dan pengamatan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus III
dilaksanakan pada tanggal 19 September 2008
di kelas VI dengan jumlah siswa 37 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak
sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran
dengan memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga kesalahan atau kekurangan
pada siklus II tidak terulang lagi pada siklus III. Pengamatan (observasi)
dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes
formatif III dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam
proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah
tes formatif III. Adapun data hasil peneitian pada siklus III adalah sebagai
berikut:
Tabel
4.7 Pengelolaan Pembelajaran Pada Siklus III
No
|
Aspek yang diamati
|
Penilaian
|
Rata-rata
|
|
P1
|
P2
|
|||
I
|
Pengamatan
KBM
A. Pendahuluan
|
4
4
|
4
4
|
4
4
|
B. Kegiatan Inti
|
4
4
4
4
3
|
4
4
4
4
3
|
4
4
4
4
3
|
|
C. Penutup
|
3
4
|
4
4
|
3,5
4
|
|
II
|
Pengelolaan
Waktu
|
3
|
3
|
3
|
III
|
Antusiasme
Kelas
|
4
4
|
3
4
|
3,5
4
|
Jumlah
|
45
|
45
|
45
|
Keterangan : Nilai :
Kriteria
1 :
Tidak Baik
2 :
Kurang Baik
3 :
Cukup Baik
4 :
Baik
Dari tabel di atas, dapat dilihat aspek-aspek yang
diamati pada kegiatan belajar mengajar (siklus III) yang dilaksanakan oleh guru
dengan menerapkan metode pembelajaran penemuan (discovery) mendapatkan penilaian cukup baik dari pengamat adalah
memotivasi siswa, membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep, dan
pengelolaan waktu.
Penyempurnaan aspek-aspek diatas dalam menerapkan metode
pembelajaran penemuan (discovery) diharapkan
dapat berhasil semaksimal mungkin.
Berikut disajikan hasil observasi
aktivitas guru dan siswa.
Tabel 4.8 Aktivitas Guru Dan Siswa Pada
Siklus III
No
|
Aktivitas Guru yang diamati
|
Persentase
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
|
Menyampaikan
tujuan
Memotivasi
siswa/merumuskan masalah
Mengkaitkan
dengan pelajaran berikutnya
Menyampaikan
materi/langkah-langkah/strategi
Menjelaskan
materi yang sulit
Membimbing
dan mengamati siswa dalam menentukan konsep
Meminta
siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil kegiatan
Memberikan
umpan balik
Membimbing
siswa merangkum pelajaran
|
6.67
6.67
10.00
13.33
10.00
21.67
10.00
11.67
10.00
|
No
|
Aktivitas Siswa yang diamati
|
Persentase
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
|
Mendengarkan/memperhatikan
penjelasan guru
Membaca
buku siswa
Bekerja
dengan sesama anggota kelompok
Diskusi
antar siswa/antara siswa dengan guru
Menyajikan
hasil pembelajaran
Mengajukan/menanggapi
pertanyaan/ide
Menulis
yang relevan dengan KBM
Merangkum
pembelajaran
Mengerjakan
tes evaluasi/latihan
|
19.38
13.96
20.21
14.58
5.21
5.42
6.25
7.29
7.71
|
Berdasarkan tabel di atas tampak bahwa aktivitas guru
yang paling dominan pada siklus III adalah membimbing dan mengamati siswa dalam
menemukan konsep yaitu 21.67%, menyampaikan langkah-langkah strategis
yaitu 13,33% dan memberi umpan balik
yaitu 11,67%. Sedangkan untuk aktivitas siswa yang paling dominan pada siklus III
adalah bekerja dengan anggota kelompok yaitu 20,21, mendengarkan dan
memperhatikan penjelasan guru yaitu 19.38% dan diskusi antar siswa/antara siswa
dan guru yaitu 14,58%.
Berikutnya adalah rekapitulasi hasil tes formatif
siswa seperti terlihat pada tabel berikut
Tabel 4.9.
Rekapitulasi Hasil Tes Siklus III
No
|
Uraian
|
Hasil Siklus III
|
1
2
3
|
Nilai
rata-rata tes formatif
Jumlah
siswa yang tuntas belajar
Persentase
ketuntasan belajar
|
83,24
33
89,19
|
Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes
formatif sebesar 83,24 dan dari 37 siswa yang telah tuntas sebanyak 33 siswa
dan 4 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan
belajar yang telah tercapai sebesar 89,19% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami
peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada
siklus III ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan guru dalam
menerapkan pembelajaran penemuan (discovery)
sehingga siswa menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran seperti ini sehingga
siswa lebih mudah dalam memahami materi yang telah diberikan. Pada siklus III
ini ketuntasan secara klasikal telah tercapai, sehingga penelitian ini hanya
sampai pada siklus III.
c. Refleksi
Pada tahap ini akah dikaji apa yang telah terlaksana
dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan
penerapan pembelajaran penemuan (discovery).
Dari data-data yang telah diperoleh dapat duraikan sebagai berikut:
1)
Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan
semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum
sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup
besar.
2)
Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa
aktif selama proses belajar berlangsung.
3)
Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah
mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik.
4)
Hasil belajar siswa pada siklus III mencapai
ketuntasan.
d. Revisi
Pelaksanaan
Pada siklus III guru telah menerapkan pembelajaran
penemuan (discovery) dengan baik dan
dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses
belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi
terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya
adalah memaksimalkan dan mepertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar
pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan pembelajaran
penemuan (discovery) dapat
meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat
tercapai.
B. Pembahasan
1. Ketuntasan
Hasil belajar Siswa
Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran
penemuan (discovery) memiliki dampak
positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari
semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru
(ketuntasan belajar meningkat dari sklus I, II, dan II) yaitu masing-masing
67,57%, 78,38%, dan 89,19%. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara
klasikal telah tercapai.
2. Kemampuan
Guru dalam Mengelola Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam
proses pembelajaran penemuan (discovery)
dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap
prestasi belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai
rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan.
3. Aktivitas
Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran
Berdasarkan
analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran IPA pada
pokok bahasan faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan ekosistem dengan
metode pembelajaran penemuan (discovery)
yang paling dominan adalah bekerja dengan menggunakan alat/media, mendengarkan/
memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan
guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat dikategorikan aktif.
Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah
melaksanakan langah-langkah pembelajaran penemuan (discovery) dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang
muncul di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan
kegiatan LKS/menemukan konsep, menjelaskan/melatih menggunakan alat, memberi
umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas
cukup besar.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan
selama tiga siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang
telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Pembelajaran dengan penemuan (discovery) memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (67,57%), siklus II (78,38%), siklus III (89,19%).
- Penerapan metode pembelajaran penemuan (discovery) mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang ditunjukan dengan hasil wawancara dengan sebagian siswa, rata-rata jawaban siswa menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengan metode pembelajaran penemuan (discovery) sehingga mereka menjadi termotivasi untuk belajar.
B. Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian
sebelumnya agar proses belajar mengajar IPA lebih efektif dan lebih memberikan
hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut:
- Untuk melaksanakan model penemuan (discovery) memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan model penemuan (discovery) dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal.
- Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagai metode pembelajaran, walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
- Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakuakan di SDN Teratak Lombok Tengah Tahun Pelajaran 2010/2011.
Maaf untuk LO (Lembar Observasi) dan gambar siklus PTK silahkan cari referensi di buku sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi.
2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: Bumi
Aksara.
Arikunto,
Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:Rineksa
Cipta.
Combs. Arthur. W. 1984. The Profesional Education of Teachers.
Allin and Bacon, Inc. Boston.
Dahar, R.W. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Departemen
Pendidiakan dan Kebudayaan, 1994. Petunjuk
Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar. Jakarta.
Balai Pustaka.
Djamarah, Syaiful Bahri.
2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa Cipta.
Djamarah. Syaiful
Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta:Rineksa Cipta.
Erriniati, 1997. Penerapan Strategi Motivasi Belajar Siswa
dalam Proses Belajar Menajar Fisika Pokok Bahasan Listrik Statis Kelas VII B
Cawu III Tahun Pelajaran 1996/1997 di SLTPN 23 Surabaya. Skripsi yang tidak
dipublikasikan. Universitas Negeri Surabaya.
Hamalik, Oemar. 1994. Metode Pendidikan. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Hamalik,Oemar. 2000. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algesindo.
Hariono, Eko. 2001. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Fisika
SLTP Berdasarkan Model Penemuan Terbimbing (Guided Discovery). Makalah
dijaukan sebagai salah satu syarat mengikuti ujian komprehensif. Program
Pascasarjana Uneversitas Negeri Surabaya.
Hasibuan. J.J. dan
Moerdjiono. 1998. Proses Belajar Mengajar.
Bandung: Remaja
Rosdakarya.
KBBI. 1996. Edisi Kedua. Jakarta:
Balai Pustaka.
Kemmis, S. dan Mc.
Taggart, R. 1988. The Action Research
Planner. Victoria
Dearcin University
Press.
Kurniawan, Arif.
2003. Peningkatan Kualitas Pembelajaran
IPA Sekolah Dasar dengan Menggunakan Metode PenemuanTerbimbing pada Pokok
Bahasan Gaya di SDN III Kediri.
Skripsi yang tidak dipublikasikan. Universitas Negeri Surabaya.
Lestari, Eko Puji.
2002. Pengaruh Strategi Pembelajaran Penemuan
Terbimbing melalui Diskusi terhapad Peningkatan Pola Berpikir Kritis dan
Kreatif Siswa untuk Pokok Bahasan Dinamika Gerak Lurus. Skripsi yang tidak
dipublikasikan. Universitas Negeri Surabaya.
Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineksa Cipta.
Ngalim,
Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan.
Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya. University
Press. Universitas Negeri Surabaya.
Poerwodarminto.
1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:Bina Ilmu.
Purwaningsari. 2002.
Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran
Penemuan Terbimbing melalui Model Eksperimen terhadap Prestasi belajar Fisika
pada Siswa SMU Muhammadiyah I Nganjuk. Skripsi yang tidak dipublikasikan.
Universitas Negeri Surabaya.
Purwanto, N. 1988. Prinsip-prinsip dan Teknis Evaluasi
Pengajaran. Bandung:
Remaja Rosda Karya.
Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.
Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.
Jakarta: Bina
Aksara.
Soetomo. 1993. Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar. Surabaya Usaha Nasional.
Sukidin, dkk.
2002. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya:
Insan Cendekia.
Suryosubroto. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta:PT. Rineksa Cipta.
Syafi’udin. 2002. Penerapan Pendekatan Konstruktivis dengan
menggunakan Metode Penemuan untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas I
MTsN Denanyar. Skripsi yang tidak dipublikasikan Universitas Negeri
Surabaya.
Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan
Baru. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Usman, Uzer. 2000. Menjadi Guru Profesional. Bandung:PT. Remaja
Rosdakarya.